Sabtu, 01 Januari 2011

Bahasa Ibu di Kalangan Remaja

Bahasa Ibu di Kalangan Remaja
Oleh: Yaya Mulyamantri©

  1. Pra-Wacana
Menurut fungsinya bahasa dapat di klasifikasikan menjadi lima bagian, yaitu bahasa ibu atau mother tongue, bahasa daerah, bahasa nasional, bahasa internasional, dan bahasa internasional spesifik.[1] Kelima klasifikasi ini sangat berkaitan karena sebelum kita menguasai bahasa internasional spesifik (bahasa Inggris dan bahasa lain yang dianggap penting) kita seharusnya menguasai bahasa nasional, bahasa daerah, dan yang paling utama adalah bahasa ibu.
  Bahasa ibu mempunyai peranan yang sangat penting karena bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali dikenal. Bahasa ibu atau mother tongue sangat berhubungan erat dengan caretaker speech atau motherless dan mother talk atau baby talk[2]. Oleh karena itu bahasa dari seorang ibu sangatlah berpengaruh besar dalam kemampuan berbahasa seorang anak. Selain itu, bahasa ibu adalah salah satu ciri identitas seseorang.
Di zaman globalisasi saat ini, banyak remaja di perkotaan yang tidak menguasai bahkan tidak mengenal bahasa ibu mereka. Dengan kata lain mereka telah kehilangan salah satu ciri identitas mereka. Salah satu penyebabnya adalah masuknya stereotype barat yang menganggap budaya mereka tidak lebih baik dari budaya barat. Masuknya stereotype barat sangat mempengaruhi hilangnya identitas dari suatu bangsa tak terkecuali di Indonesia.  
Remaja adalah individu yang dalam kategori sosial paling mudah menerima pembaruan, positif maupun negatif.[3] Oleh karena itu, remaja sangat mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang dianggapnya menarik. Masuknya media-media dan teknologi informasi yang disisipi oleh stereotype barat menjadikan remaja saat ini kehilangan identitas diri. Masyarakat yang bersifat hedonis mereka anggap masyarakat yang lebih modern dan lebih maju.

  1. Bahasa Ibu di Kalangan Remaja
Fenomena hilangnya bahasa ibu di kalangan remaja saat ini sangatlah mengkhawatirkan. Menurut hasil dari berbagai penelitian terdapat beberapa bahasa yang punah di muka bumi, bahkan diprediksi satu abad mendatang 50% dari 6.000 bahasa di dunia akan punah.[4] Hal ini juga terjadi di Indonesia, tempat terdapat ratusan bahasa yang diantaranya adalah bahasa daerah.
Modernitas yang terjadi saat ini menimbulkan berbagai fenomena yang menggiring masyarakat ke arah budaya barat khususnya bagi para remaja. Budaya barat yang mereka kenal dan mereka tiru bukanlah budaya barat yang positif. Mereka lebih mengenal budaya barat yang bersifat hedonist, anorexia, ecstasy, dan libido. Budaya seperti ini lebih mementingkan kepuasan yang tidak akan ada habisnya[5]. Hal ini senada dengan yang diucapkan O’Sullivan, sebagai berikut:
“Salah satu hal yang membedakan orang dewasa dengan remaja adalah, orang dewasa biasanya akan menunda kesenangan sampai masa depan nanti (deferred gratificatiom ), sedangkan remaja menginginkan kesenangan saat ini juga (spontaneous grarification).”[6]
Remaja merasa dan mengalami dirinya berbeda, perbedaan ini biasanya diperlihatkan dalam kegiatan dan kepentingan-kepentingan seumurnya.[7] Menurut Clarke, subcultures remaja diidentifikasikan menurut sistem simbolik seperti pakaian, musik, bahasa, dan penggunaan waktu luang. Mereka terbentuk dalam suatu komunitas-komunitas remaja yang mempunyai kesamaan visi dan misi. Biasanya komunitas-komunitas seperti ini mengkiblat ke dunias barat. Informasi dunia barat mereka dapatkan dari media-media (televisi, radio, dan beberapa majalah remaja) dan mengakses langsung dari internet. Mereka akan terus melanjutkan kegiatan yang mereka sukai walaupun hal itu dinilai bertentangan dengan orang tua mereka. Hal ini senada dengan yang dituturkan oleh Soekanto, sebagai berikut:   

 “ Oleh masyarakat, terutama orang dewasa, remaja sering dianggap berbeda. Bahkan, bertentangan dengan kaidah-kaidah atau nilai-nilai yang dianut oleh orang dewasa atau orang tuanya.”[8]

 Stasiun televisi nasional di Indonesia sangat berperan dalam membentuk identitas dan budaya remaja. Kebanyakan stasiun televisi nasional menampilkan paham urbanisme yang lebih menonjolkan kemewahan dan kepuasan (hedonist) yang merupakan cerminan dari masyarakat kapitalis.  
Beberapa film dan sinetron yang ditayangkan televisi memiliki kemiripan dalam alur cerita, penokohan, dan setting.[9] Kebanyakan dari film dan sinetron di televisi nasional memakai bahasa ‘gaul’ (bahasa Indonesia dialek betawi) yang berpotensi membunuh bahasa daerah di seluruh Indonesia.
Televisi nasional dapat disaksikan hampir di seluruh penjuru Indonesia, oleh karena itu stasiun televisi nasional harus dapat menyesuaikan tayangan yang akan ditampilkan dengan kemajemukan bahasa dan budaya di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Akan tetapi yang terjadi sekarang adalah kebanyakan stasiun televisi nasional menampilkan tayangan-tayangan yang seolah-olah mereka adalah stasiun televisi lokal milik ibukota Jakarta. Mereka meracuni banyak bahasa ibu hampir di seluruh Indonesia. Bahasa yang digunakan bukanlah bahasa nasional (bahasa Indonesia) melainkan bahasa pergaulan di ibukota yang dianggap modern.
Untuk menyiasati fenomena ini, sekarang banyak bermunculan beberapa stasiun televisi lokal yang lebih mengangkat bahasa dan budayanya masing-masing. Namun stasiun televisi lokal dinilai belum cukup berhasil dalam mengangkat kembali bahasa dan budayanya. Hal ini dikarenakan tayangan-tayangan stasiun televisi lokal kurang mendapat respon dari masyarakat. Tayangan stasiun televisi nasional dianggap lebih menarik dari stasiun televisi lokal. Namun lambat laun kita dapat merasakan hal-hal positif dari munculnya stasiun televisi lokal walaupun belum terlihat secara kasat mata, contohnya budaya pagelaran wayang golek yang disajikan berbeda di televisi mendapat respon yang cukup baik dari masyarakat. Bahkan pagelaran wayang golek sekarang mendapat job untuk manggung di hotel-hotel berbintang.
Pada tanggal 21 Februari 2007 di Graha Sanusi Hardjadinata Unpad Bandung mengadakan acara yang bertajuk “Mieling Poe Basa Indung Internasional”.[10] Acara ini sebagai peringatan hari ibu internasional yang dicanangkan oleh UNESCO sejak tahun 1991 sebagai wujud dari kecemasan punahnya beberapa bahasa di dunia.
Menurut hasil penelitian di Indonesia 85% penduduk di Indonesia masih menggunakan bahasa ibu, namun gejala penurunan akan terus terjadi terutama di kalangan remaja.[11] Mereka cenderung memakai bahasa Indonesia dialek betawi ketimbang bahasa daerah. Seperti yang dituturkan oleh Dr. Cece Sobarna,M.Hum. sebagai berikut:

“Kekurangmampuan generasi muda dalam menggunakan bahasa ibu, tak lepas dari desakan bahasa Indonesia yang semula hanya dipakai dalam situasi resmi. Menyusutnya fungsi bahasa ibu ini menjadikan daya tahan dan daya saingnya tidak seimbang di hadapan bahasa nasional atau asing. Kenyataan ini diperparah dengan adanya anggapan yang keliru bahwa bahasa ibu merupakan simbol keterbelakangan.”[12]    

Inilah yang terjadi saat ini, para remaja sudah tidak ingin memakai bahasa ibu karena mereka beranggapan bahasa ibu merupakan simbol keterbelakangan. Hal ini tidak lepas dari masuknya bahasa Inggris yang lekat dengan citraan budaya global dan bahasa Indonesia sebagai wujud kesadaran nasionalisme. Para remaja telah terjebak oleh pencitraan tersebut, mereka tidak paham akan eksistensi dari budaya global dan kesadaran nasionalisme. Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional spesifik memang penting untuk dipelajari namun bukan untuk membunuh bahasa ibu melainkan untuk menambah ketrampilan dalam berbahasa. Dam alangkah baiknya jika kita dapat menguasai kelima klasifikasi bahasa tersebut.[13] 

  1. Penutup
Catatan pertama: Bahasa ibu sangat penting untuk dipelajari sebagai salah satu identitas diri suatu bangsa. Bahasa ibu perlu ditanamkan sejak dini, oleh karena itu orang tua mempunyai peranan dalam menghidupkan bahasa ibu. Biasakan berkomunikasi memakai bahasa ibu di rumah dan lingkungan sekitar.
Catatan kedua: Untuk menghindari pengaruh-pengaruh dari luar baik dari televisi maupun media lain, kita harus selektif dalam memilih acara televisi. Stasiun televisi lokal bisa menjadi alternatif tontonan sehari-hari. Selain itu acara-acara diskusi tentang pentingnya bahasa ibu dapat menjadi obat punahnya bahasa ibu. Minimalnya acara ini diselenggarakan setahun sekali setiap peringatan Hari Ibu Internasional.
Namun demikian, tidak dapat dipungkiri dinamisme perubahan suatu bahasa terjadi seperti sudah menjadi suatu keniscayaan. Namun demikian hal itu tidak mutlak harus terjadi selama pengguna bahasa ibu masih ada dan terpelihara.

  1. Referensi
Fatimah Djajasudarma, 24 Februari 2007, Bahasa Sunda Kini, Pikiran Rakyat, Bandung.
Resmi Setia M, 21 November 2007, Dimensi Budaya Remaja Perkotaan, Pikiran Rakyat, Bandung.
24 Februari 2007, Mencemaskan Bahasa Ibu, Pikiran Rakyat, Bandung.
Yastraf Amir Villiang, 1999, Dunia yang Dilipat, Mizan, Bandung.
M.Z. Al-Faqih, 21 November 2007, Sensor dan Tanpa Sensor, Pikiran Rakyat, Bandung.
Hasil wawancara dengan Dian Hendrayana (penulis dan sastrawan sunda), 7 Desember 2007, Bandung.


© Mahasiswa S1 Bahasa dan Sastra Inggris kelas B (206500109), Fakultas Adab dan Humaniora. UIN “SGD” Bandung.
[1] Dian Hendrayana (penulis dan sastrawan sunda), wawancara 7 Desember 2007.
[2] Fatimah Djajasudarma (Guru Besar Fakultas Sastra bidang Linguistik-Semantik-Dialektologi Unpad), 24 Februari 2007, Bahasa Sunda Kini, Pikiran Rakyat.
[3] Resmi Setia M, 21 November 2007, Dimensi Budaya Remaja Perkotaan, Pikiran Rakyat.
[4] 24 Februari 2007, Mencemaskan Bahasa Ibu, Pikiran Rakyat.
[5] Yastraf Amir Villiang, 1999, Dunia yang Dilipat, Mizan hal 45-47.
[6] O’Sullivan, 1974, sebagaimana dikutip oleh Resmi Setia M, 21 November 2007, Dimensi Budaya Remaja Perkotaan, Pikiran Rakyat.
[7] John Clarke dkk, 1976, Subcultures, Cultures, and Class, sebagaimana dikutip oleh Resmi Setia M, 21 November 2007, Dimensi Budaya Remaja Perkotaan, Pikiran Rakyat.
[8] Soekanto, 1989, sebagaimana dikutip oleh Resmi Setia M, 21 November 2007 Dimensi Budaya Remaja Perkotaan, Pikiran Rakyat.
[9] Ini terjadi karena sinetron di sebuah TV mendapat ratting yang tinggi maka TV lain akan menayangkan sinetron yang serupa demi mendapat ratting yang sama. Ini adalah salah satu produk budaya sistem kapitalis. M.Z. Al-Faqih, 21 November 2007, Sensor dan Tanpa Sensor, Pikiran Rakyat.
[10] Acara ini bertujuan untuk mengangkat kembali bahasa ibu khususnya bahasa sunda yang kini sudah mulai ditinggalkan terutama oleh para remaja.
[11] 24 Februari 2007, Mencemaskan Bahasa Ibu, Pikiran Rakyat.
[12] Dr. Cece Sobarna, M.Hum, 21 Februari 2007, disampaikan dalam acara diskusi “Mieling Poe Basa Indung Internasional”.
[13] Klasifikasi bahasa menurut Dian Hendrayana.

Tersesat Dalam Dosa - Star Five

Di awal tahun 2011 ini aku mencoba merenungi kesalahan , dosa, dan khilaf yang telah kulakukan. Seperti malam-malam sebelumnya, malam ini ku habiskan waktu di depan komputer sambil browsing, chat dan juga mencari beberapa referensi buat skripsiku. Ku buka folder musik and play with jet audio...  Tersesat dalam dosa - star five is playing. Tersesat dalam dosa, judul dari single milik star five grup nasyid asal kota Bandung.... liriknya sungguh menampar dosa-dosa yang terlupakan, terlena sehingga tersesat dalam dosa tanpa tahu kemana jalan sebenarnya yang dituju. 

ku coba goggling lirik lagu itu, tapi mencari lirik lagu nasyid tak semudah mencari lirik lagu band/penyanyi indonesia yang lagi hits. 'no result found' akhirnya...aku nyerah deh, ku dengerin aja lagu itu sambil dicatet liriknya, ini dia lirik lagunya... bagi sahabat yang lagi nyari lirik ini silakan copy-paste aja...ga usah repot nyatet & dengerin sendiri :-)

Tersesat Dalam Dosa - Star Five

Ya Allah tunjukkan jalanku
Pastikan kau dengarkanku
Sekian lama ku arungi gelap ini
Yak pernah ku mengingatiMu

Dimana kini ku berada
Hampa tiada daya
Aku ingin kembali
Sungguh ingin kembali

Andai saja diriku
Dapat memutar kembali waktu
Mungkin ku tak akan tersesat seperti ini

Air mata ini
Sanggupkah hapus segala dosa
Sujudku mohon ampuni segala salahku

Rabb, hamba yang pernah tersesat
Dalam kemaksiatan
Terjerumus dalam lembah kenistaan
Kini hamba hadir di hadapanMu

Rabb, berilah hamba setetes ampunanMu
berilah hamba setetes cahayaMu
agar hamba menemukan jalan yang Engkau ridhoi

Kamis, 16 Desember 2010